|
AHMAD SYAUQI
Nama lengkapnya Ahmad
Syauqi Bek bin Ali bin Ahmad Syauqi. Ia lahirkan di Kairo tahun 1868. Ia besar
dan tumbuh menjadi penyair di kota Kairo. Di dalam dirinya mengalir darah Kurdi,
Turki, Yunani, dan Sirkasia (Kaukasus). Nenek moyang ayahnya berasal dari suku
Kurdi, neneknya dari garis ayahnya berasa dari Sirkasia, nenek moyang ibunya
berasal dari Turki, dan neneknya dari garis ibunya berasal dari Yunani. Karena
lahir dan dibesarkan di negeri Arab
, ia pun
sudah merasa dirinya sebagai orang Arab.
Syauqi berasal dari
lingkungan keluarga aristokrat yang kaya raya. Kakeknya adalah seorang pejabat
tinggi negara pada masa pemerintahan Sa'id Pasya (1854-1863). Keluarga ayahnya
tinggal bersama dengan keluarga kakeknya. Karena kakeknya senang hidup
berfoya-foya, harta kakeknya cepat berkurang setelah tidak lagi memegang jabatan
tinggi negara. Ketika Ahmad Syauqi lahir, dapat dikatakan kakeknya sudah jatuh
miskin. Ia kemudian diasuh oleh neneknya dari garis ibunya, Timraz yang ketika
itu menjadi pelayan istana pada masa pemerintahan Ismail Pasya
(1863-1879).
Sejak usia empat
tahun, ia sudah mendapatkan pendidikan. Di sekolah dasar dan tingkat menengah.
Di sekolah, ia sering tampil sebagai murid berprestasi karena kecerdasannya.
Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat menengah pertama, ia melanjutkan
pendidikannya ke Perancis untuk mendalami bidang hukum dan sastra. Ia juga masuk
ke sekolah jurusan terjemah selama dua tahun. Ia dikagumi olej guru bahasa
Arabnya, Muhammad Rajab al-Bayumi, yang juga merupakan salah seorang penyair
terkenal masa itu, karena dalam usia muda Syauqi mampu melantunkan puisi-puisi
indah. Sejak itu, al-Bayumi merasa berkepentingan untuk mengkader Syauqi dalam
bidang kesusastraan. Kemudian Syauqi sering diajaknya mengunjungi
pertemuan-pertemuan sastra dan budaya.
Keberhasilan Syauqi dalam bidang sastra khususnya puisi telah sampai ke
telingan Taufiq Pasya yang memerintah Mesir pada tahun 1879-1892. Setelah
selesai dari jurusan terjemah, pada tahun 1887 ia dikirim ke Perancis oleh
Taufiq Pasya untuk mendalami hukum dan kesusastraan. Masa pendidikan di negara
itu dilaluinya selama 4 tahun, 2 tahun di Montpellier, dan 2 tahun di Paris.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, selama 6 bulan ia berkeliling ke Perancis,
Inggris, dan Aljazair.
Selama belajar di Perancis, ia menggemari teater. Tidak jarang ia
meninggalkan kota Montpellier dan pergi ke kota Paris hanya untuk menonton
teater sastra dan pertunjukkan drama. Ia juga kerapkali bertemu dengan
tokoh-tokoh teater dan sastrawan-sastrawan besar Perancis. Ia juga senang
membaca buku-buku Perancis, terutama dalam bidang sastra.
Pada tahun 1891 ia kembali ke Mesir. Kegemaran membacanya kemudian
diarahkan kepada karya-karya sastra Arab, seperti kumpulan puisi Abu Nuwas, Abu
Tammam, al-Bukhturi, dan al-Mutanabbi.
Sekembalinya di Mesir, ia juga mendapat sambutan yang baik oleh pihak
istana tempat ia dibesarkan dahulu. Oleh Abbas Helmi Pasya (berkuasa 1892-1914),
ia diangkat menjadi kepala kantor penerjemah. Jabatan itu dipegangnya selama 20
tahun. Selama itu pula ia mengembangkan bakatnya dalam berpuisi dan menjadi
pujangga besar istana, dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di kalangan
pujangga dan ahli sastra Arab sampai sekarang. Pada tahun 1894 ia diutus
mewakili pemerintah Mesir untuk menghadiri kongres orientalis di Genewa, Swiss.
Setelah kongres itu selesai ia menetap di Swiss selama sebulan, kemudian
mengunjungi Belgia. Kunjungannya di kedua negara itu semakin memperkaya dirinya
dalam pengetahuan dan peradaban Eropa.
Ketika Perang Dunia I berlangsung, Inggris menduduki Mesir. Oleh
pemerintah penjajah, ia dianggap sebagai seseorang yang sangat berbahaya,
sehingga ia sempat diasingkan ke Syanyol selama beberapa tahun sampai
berakhirnya perang dunia. Di tempat pengasingan ini, ia menyempatkan diri
berkunjung ke beberapa kota untuk menyaksikan peninggalan megah bangsa Arab
dahulu kala. Di antara kota-kota yang dikunjunginya adalah Cordoba, Seville, dan
Granada.
KEPENYAIRAN DAN KARYA SASTRA SYAUQI
Setelah selama empat tahun berada di pengasingan, pada tahun 1919,
ketika Perang Dunai I telah usai, ia kembali ke Mesir beserta keluarganya.
Ketika itu Mesir sudah jauh berubah karena bangkitnya gerakan nasionalisme. Ia
segera bergabung dengan tokoh-tokoh pergerakan dan dengan cepat tampil sebagai
"corong"-nya, bahkan juga dengan pergerakan yang dilakukannya itu telah ikut
membela nasib bangsa-bangsa terjajah lainnya, bangsa-bangsa Arab, bangsa-bangsa
Islam, dan umumnya bangsa-bangsa Timur. Untuk itu ia menulis di berbagai surat
kabar dan majalah mingguan Mesir. Melalui puisi-puisinya, ia berseru agar umat
Islam diseluruh dunia bersatu dalam satu barisan, berusaha mengembalikan
kejayaan umat Islam di masa silam. Ia menyatakan bahwa cita-cita tidak mungkin
akan tercapai tanpa pengorbanan. Puisi-puisinya selalu membangkitkan perasaan
nasionalisme, melahirkan gairah kebangsaan dan jiwa patriotik. Selain melalui
media massa, gagasannya itu juga ia sampaikan di dalam Majelis Perwakilan Rakyat
Mesir, di mana kemudian ia juga terpilih menjadi
anggotanya.
Reputasi besarnya dalam bidang sastra dengan cepat pulih kembali. Ke
mana pun ia pergi, orang selalu menyambutnya dengan baik. Rumahnya menjadi
tempat pertemuan tokoh-tokoh pergerakan dan para sastrawan. Ia juga sering
didatangi para pembesar negara asing yang sedang berkunjung ke Mesir. Pada tahun
1926, Thagur, seorang sastrawan besar India, datang ke Mesir untuk menemuinya.
Demikian pula Is'af an-Nasyasyibi, sastrawan Palestina, dan Sayyid as-Sa'alibi,
pemimpin politik Tunisia.
Syauqi yang sering juga disebut sebagai "Poet of court" (penyair
istana). Oleh rekan-rekannya ia juga dijuluki "Amir asy-Syu‘arra"
(Pemimpin Para Pujangga). Sejak kecil ia telah pandai berpuisi sehingga banyak
penyair yang ada pada masa itu yang berdatangan untuk menggali ilmunya. Ahmad
Syauqi adalah salah seorang penyair Arab modern yang pernah belajar di Perancis
dalam bidang hukum dan sastra.
Pada tahun 1927 ia menerbitkan kumpulan puisinya yang berjudul
asy-Syauqiyyat. Kumpulan puisinya ini terus bertambah menjadi empat jilid
sesuai dengan semakin banyaknya puisi yang digubahnya. Sesuai dengan masa itu,
puisinya banyak mencerminkan cita-cita bangsa Arab, mendukung gerakan
kemerdekaan nasional, dan menentang kelaliman penjajahan Barat. Gagasan yang
terkandung dalam kumpulan puisinya itu dianggap mengilhami kebangkitan
bangsa-bangsa Arab lainnya.
Dalam rangka peluncuran perdana karya sastranya ini, diselenggarakan
sebuah pertemuan besar, lalu setelah itu menyusul diadakan beberapa kali
pertemuan yang dihadiri oleh utusan-utusan negara-negara Arab lainyya, seperti
Muhammad Kurd Ali yang mewakili al-Majma' al-'Ilmi al-Arabi (Lembaga
Ilmiah Arab) yang berpusat di Damaskus, Syibli Milath, dan Syaqib Arselan dari
Libanon. Dalam kesempatan itu, para pujangga dari berbagai negeri Arab
mengukuhkan dan membaiat dirinya sebagai Amir asy-Syu'ara (Pemimpin Para
Pujangga).
Kepenyairan Syauqi tidak hanya terkenal di Mesir saja bahkan sampai di
seluruh kawasan Timur Tengah. Banyak penyair terkenal Timur Tengah yang datang
dan berbaiat kepadanya menjadi pengikutnya (muridnya). Hal ini dapat kita lihat
dalam puisi yang diucapkan oleh Hafidz Ibrahim (Iskandari, 1979: 404) berikut
ini:
Hai Amirul Qawafi!
Aku datang untuk berbaiat
Dan aku datang bersama utusan dari Timur
Untuk berbaiat".
Puisi Hafidz Ibrahim
di atas, merupakan salah satu bukti akan kepenyairan Syauqi. Hafidz Ibrahim yang
juga seorang penyair datang kepada Syauqi untuk menyatakan rasa penghormatannya
dan penghormatan seluruh penyair di daerah Timur.
Dalam dunia sastra, ia
dapat dikatakan sebagai tokoh pembaharu. Ia merupakan penyair pertama yang
memperkenalkan teater dan menggubah beberapa naskah drama dalam sastra Arab.
Dalam dunia sastra ini, ia juga dapat disejajarkan dengan Wiliam Shakespeare,
sastrawan besar Inggris. Ia pula orang pertama yang mencoba menampilkan
pertunjukan drama di Mesir dan di negara-negara Arab lainnya. Dengan demikian,
ia berhasil menunjukkan bahwa sastra Arab tidak tertinggal dari sastra Barat.
Tema-tema dramanya diambil dari sejarah dan kehidupan bangsa Mesir dan
Arab.
Ketika dunia sastra
Arab bangkit dan jumlah sastrawan terus meningkat, para sastrawan itu bergabung
dalam perhimpunan yang dinamakan Jama'ah Apollo. Perhimpunan yang berdiri
pada bulan September 1932 ini diprakarsai oleh seorang sastrawan Mesir, Ahmad
Zaki Abu Syadi. Syauqi terpilih menjadi ketua perhimpunan ini. Akan tetapi baru
sebulan menjabat, ia meninggal dunia. Namun, perhimpunan ini terus berlanjut dan
kemudian menerbitkan majalah yang dinamakan 'Uyun al-Arab (Pemimpin
Arab). Melalui majalah ini Jama'ah Apollo berjasa dalam melakukan
pembaharuan sastra Arab pada seperempat kedua abad ini.
KARYA PUISI SYAUQI
Ahmad Syauqi adalah salah seorang penyair modern yang keberadaannya
tidak diragukan lagi. Karya Puisi yang dihasilkan Syauqi banyak bertemakan
puji-pujian, elegi, cinta, deskriptif, politik, kritik sosial, dan tema-tema
khusus untuk merayakan peristiwa-peristiwa tertentu (penting). Puisi-puisi
Syauqi lebih banyak mementingkan arti dan makna. Ia tidak banyak menekankan pada
segi bahasanya. Puisi yang dihasilkannya selalu mengandung pengertian yang baru
dan penelitian yang tajam. Selain menulis puisi, pada masa akhir hidupnya ia
juga menulis drama, yaitu drama heroik. Ia menulis 7 buah drama, di antaranya
adalah Cleopatra, Carnbyses, dan Ali Bey al-Kabir, dan 3 buah drama yang
bertemakan sejarah Mesir.
Di antara puisi yang ditulis oleh Syauqi (Iskandari, 1979: 405) adalah
seperti berikut ini:
Padang pasir yang terbentang
di kanan kirimu,
Di muka dan di belakangmu,
bagaikan dosa umat manusia
Pemandangan seperti ini
Bagaikan majelis persidangan di hari kiamat
Di atas muka bumi
Puisi di atas
diciptakan Syauqi, ketika ia mengujungi Piramid Fir'aun dan di hadapannya
terdapat patung besar berkaki singa dan berkepala manusia, bernama "Abu Haul".
Penyair besar ini meninggal dunia pada tahun 1932.
hai assalamualaikum saya nak minta izin mahu guna maklumat2 ni dalam pembelajaran saya boleh?
BalasHapusBole ja
BalasHapus